Rabu, 13 November 2013

Tego larane ra tego patine

Tego larane ra tego patine

27 September 2013 pukul 13:49
 Menelaah tentang agama, maka dari setiap agama akan bermuara pada kebahagiaan. Tetapi dengan berat hati saya harus katakan bahwa jangan pernah memperbandingkan apalagi menyamakan semua agama, sebab sudah bulat bahwa setiap agama adalah berbeda satu sama lain meskipun muaranya sama.
Tuhan adalah absolut, sebagaimana sebuah syarat utama untuk bisa bertemu dan menghadap Tuhan harus memenuhi syarat tersebut yang secara formal adalah aturan baku yang diciptakan oleh-Nya. Syarat mutlak itu adalah “mati”.
Bukan agama yang menentukan tentang surga dan neraka. Surga telah jelas, absolut milik Tuhan, dengan penjaga yang jelas telah dikenal. Siapa yang mengenal penjaga pintu neraka? Ataukah neraka tidak berpintu, sehingga batasanya tidak jelas, begitu luasnya nerakaa hingga mencapai dunia. Untuk mengetaahui secara pasti kedua tempat di atas, hanya satu jalan baku yang harus dilakukan, dan itu absolut adalah “mati”.
Lantas bagaimana dengan agama?
Baik, adil, benar adalah sesuatu yang tidak baku dan tidak absolut, selama hal tersebut adalah tentang aturan dan ajaran. Semua agama mengajarkan bahwa hal tersebut hanya dimiliki oleh Tuhan, maka hal tersebut adalah absolut.
Agama dan segala ajaranya, merupakan relatifitas yang mengajarkan sesuatu hal yang absolut dan cenderung memaksa penganut untuk percaya keabsolutan dari muara pengajaran tersebut.
Sebagaimana juga halnya bahwa bahagia adalah relatif. Bagaimana bahagia itu tetap menjadi cita-cita bahkan dari orang yang merasa bahwa dirinya saat tersebut sedang berbahagia. Dan bahwa bahagia tersebut belum pernah ditemukan, sebab bahagia adalah tanpa bentuk, sehingga untuk menemukan kebahagiaan, seorang manusia harus terus mencari cara apa yang dinginkanya untuk menikmati kebahagiaan fersinya tersebut.
Seorang mbah Surip mengukur kebahagiaanya adalah saat menikmati segelas kopi panas. Sementara kebahagiaan seorang kakek renta yang kaya raya adalah mati di halaman Ka’bah. Dari kedua perumpamaan tersebut sedikit mengenalkan bentuk relatif dari kebahagian.
Begitu relatifnya kebahagiaan, keadilan dan kebenaran yang bermuara pada sesuatu yang absolut, para orang tua merelakan anaknnya bersusah payah bermandi peluh sekolah, dan memaksakan agar anaknya menghabiskan sisa waktu bermainya di kelas les privat atau bimbingan belajar.
Seorang komandan memperteguh hati manakala menyaksikan anggotanya ditampar dan dinjak instruktur perang demi menghindarkan sebutir peluru yang mungkin saja akan mencari sarang dalam tempurung kepalanya.
Sekilas menggambarkan seuatu ketegangan yang luar biasa yang harus ditempuh untuk sekedar mencapai suatu relatifitas yang absolut pada muaranya. Sementara relatifitas yang yang diagung-agungkan dari suatu kehidupan bermoral dan bermartabat yang didasari dengan kesejahteraan yang juga relatif benyak menggiring orang untuk mengikatkan diri dalam suatu keyakinan yang digantungkan pada sosok pemimpin yang dianggap absolut bisa mengantar pada sebuah kebahagiaan yang absolut.
Begitu yakinya kita pada sosok seorang pemimpin tersebut, hingga rela mengikuti suatu keyakinan yang harus kita jalani layaknya menjalani sebuah titian panjang yang membutuhkan keyakinan tinggi untuk bisa menyeberang dengan aman dan selamat. Titian ramping yang siap menjerumuskan dalam jurang nista jika kita tidak ekstra hati-hati melintas diatasnya dengan memanggul beban di pundak.
Seorang pemimpin yang mampu menyembunyikan airmatanya agar terlihat tegar walaupun tidak sedikit orang yang terjerembab bahkan tidak mampu lagi bangun. Seorang pemimpin yang mampu untuk tetap tersenyum meskipun dihujat sehabis-habisnya oleh pengikut yang sedang digendong lantaran tertatih—tatih melintasi titian. Seorang pemimpin yang mampu menyimpan sendiri koreng anak buahnya agar tak tercium aroma amisnya demi menghantarkan segerombolan domba menyeberangi sekumpulan srigala yang meduduki padang savana.
Lantas tegakah kita melihat pemimpin kita menutup luka sahabat dan saudara-saudara kita demi menghantar kita menuju kebahagiaan yang relatif?
Semoga kebahagiaan yang absolut menanti kita dengan tangan terbuka dan memeluk kita saat kita dekat dengan-NYA.
Amin

terinspirasi dari suatu kehidupan yang terasa tidak jelas batasan antara baik dan benar, antara menderita dan bahagia dalam ukuran yang sangat relatif
by; Martinus Sihwanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar