Jumat, 25 Mei 2012

Ular berbisa



Hamparan pasir  bagai karpet merah
Menyambut langkah dalam kesunyian
Mengukir setiap jejak yang kutinggalkan
Menjadi petilasan  durjana
Berwarna lumpur dosa

Ribuan bahkan jutaan kantong ku persiapkan
Menyimpan segala jejak tertinggal
Kan kubuang jauh dari hidupku
Agar tak mengular  dalam setiap tujuanku
Dan melilit  disaat lapar

BEGAWAN PENABUR KASIH 25MEI2012

SUNGAI TENANG DI PUNGGUNG BUKIT


Sungai tenang di punggung bukit
Bening mengalir tenang diantara desah angin pagi
Mengirimkan kesejukan dan aroma kehidupan
Semak berduri dan bunga hutan berharap kemurahanmu
Rumput liar dan ilalang turut  menanti kesejukan
Yang datang bersama senyumu

Sungai tenang  di punggung bukit
Di ujung tikungan kau bentuk palung kecil yang dalam
Jernih  bagai tak menyimpan rahasia 
Batu gunung dan pasir padas duduk berdampingan
Tak menyiratkan  keangkuhan
Bahkan kepiting bercengkrama  bersama ikan-ikan mungil
Membentuk rantai kehidupan yang damai tenang

Sungai tenang di punggung bukit
Menghampiri setiap  pesisir
Dari balik kelembutan  menggerus dinding cadas
Mengendapkan lumpur menghanyutkan pasir
Memisahkan tepian yang semakin menjauh

Sungai tenang di punggung bukit
Kini keruh coklat  dan  menghitam
Palungmu gelap bagai malam
Menyimpan rahasia bersama lumpur
Hanya predator yang mampu bertahan
Mengumbar taring  dalam kebisuan

Sungai tenang di punggung bukit
Pasir   telah menyumbat muara
Membentuk dinding genting dan goyah
Menjadi bendungan seluas samudra
Menyebarkan ancaman kehancuran
Mengirimkan mimpi buruk

Sungai tenang di punggung bukit
Kini tinggal masa lalu
Penduduk desa tak lagi lelap dalam tidur
Gundah dalam teror kematian
Bersiap diri menuju pengungsian

Palembang 24 mei 2012
By. BEGAWAN PENABUR KASIH





SELAMAT ULANG TAHUN KEKASIH


Neti Hartini

Tiga puluh Sembilan jejak telah kau tinggalkan
Dalam hitungan-hitungan masehi melintasi mayapada
Sejak hari pertama meninggalkan rahim
Dan mengecap boga tanpa melupakan susu
Menapaki wajah bumi tanpa meninggalkan pangkuan

Dua belas diantara jejakmu
... Sepasang jejak baru berjajar serempak
Berdampingan bersama menyusuri waktu
Melahirkan jejak mungil namun cepat mendahului

Meski tertatih dan menanjak terjal
Sesekali jejak menghilang
Sekali waktu jejak bagai berbaris dalam antrian
Tetapi langkah tak berhenti

Kubangan, padang cadas, savanna dan belantara
Menyiapkan pahat untuk jejakmu
Dua pasang jejak jua tak surut
Dengan restu bumi bersama menggapai pelangi.

Begawan penabur kasih 25512

Minggu, 13 Mei 2012

UNTUK ANAKU


di tengah panasnya musim
merujuk kisah lama
kini mengais di antara tumpukan kata
memulung kias dalam serakan
agar tak menggunung menjadi sampah

biarlah kutampi bersama asa
kutumpuk dalam tempayan
dan ku sepuh dalam air raja
agar berarti
agar bermakna
dan menjadi petuah
 
PALEMBANG14512

Rabu, 09 Mei 2012

PUISI DEDIKASI ULANG TAHUNKU

 

oleh Yusti Aprilina pada 1 April 2012 pukul 12:44 ·
Suatu kebiasaan yang baik pada setiap milad warga BPSM (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri) yang dimotori oleh pak Dimas Arika Mihardja sebagai pemilik Bengkel, untuk saling memberikan ucapan selamat ulang tahun melalui puisi, dan termasuk saya sebagai warga Bengkel yang berulang tahun pada tanggal 1 April 2012 menerima hadiah dari teman-teman di Bengkel berupa puisi dan saya merasa mendapat suatu kehormatan mendapat kado istimewa ini.

Pada tanggal 1 April 2012 merupakan milad saya yang ke-47 tahun, usia yang tidak lagi muda, menjelang setengah Abad saya baru menemukan suatu wadah untuk mengeksperikan diri melalui puisi, meski saya bukanlah seorang penyair, saya banyak belajar dari postingan puisi-puisi dan komen-komen warga BPSM teman-teman sesama warga saling asah-asih-asuh begitu moto dari BPSM saya merasa  'at home'.
berikut adalah puisi saya yang diposting di dinding BPSM tanggal 1 April 2012.

AKU LURUH
Oleh: Yusti Aprilina

Sayapku luruh 47 helai
tak bisa terbang
hanya terkulai
sampai entah!

Bengkulu, 1 April 2012


Berikut adalah  puisi-puisi yang mengapresiasikan puisi pendek saya, merupakan kado istimewa dari 
teman-teman warga BPSM.  Dan saya merasa terharu atas segala perhatian dan kasih sayang sesama anggota BPSM.  Saya simpan di note ini sebagai kenang-kenangan yang takkan terlupa.  


BUKAN ULANG TAHUN
Oleh: Muhammad Rois Rinaldi

bukan ulang tahun, embakku
sebutlah ramburambu waktu
di mana kau merindu temu
dalam kegaiban yang utuh

lewat kata kaupanjat keniscahyaan
makna menyemburat, serupa surat
ke mana akan kau layangkan?
pada Tuhan segalanya terbaca

iqraq bismimi robbika!
semesta alam adalah warta
hidup senantiasa terjaga
merunut jalan, pulang tiada duka
dan selamat ulang tahun embak

Cilegon, 1 April 2012


47 JADI SATU
Oleh: Muhammad Aldy Renaldi

saat angka angka membilang rupa teduh, ya!
Ibu, rona bahagiamu renungan kami yang hijau ini
di sini....hati dan langkah kami berdiri
tuk arti memaknai hidup
seraup putih memori, seharum melati nan bermekaran.
dalam langkah tualang
hilir mudik.

Palembang, 1 April 2012


SEPASANG SAYAP
Yusti Aprilina
Oleh: Windu Mandela

empat puluh tujuh bulu menjelma sepasang sayap
pada punggung. menerbangkanmu

namun kau merasa iba. janganlah begitu
helai makin banyak, akan makin tinggi
hingga akhirnya usia tiba

Sumedang,1 April 2012


SELAMAT ULANG TAHUN
Oleh: Hanna Yohana

Saat nyala lilin membias di wajahmu
Kusatukan doa demi bahagiamu
semoga selalu dalam lindungannya
Semoga panjang usia
Semoga damai sejahtera senantiasa .....

Hongkong, 1 April 2012


KEPADA MBAKYU KU
Oleh: Begawan Martinus

Tidak terasa waktu berlalu kadang bagai kilat tanpa disadari
tetapi terkadang juga bagai siput merayap
tetapi pada akhirnya tanpa disadari telah sampai ke titik tahun

Data diri juga telah berubah
tidak lagi usia yang selama ini digunakan
KTP pun sudah berkurang setahun masa berlakunya
apalagi kah yang juga turut berkurang

yang pasti kebijaksanaanmu yang makin bertambah.
.dan semoga juga rejekimu akan terus bertambah.

selamat ULANG TAHUN MBAKYU KU YUSTI APRILINA
semoga sepanjang umur usiamu dihiasi karya indah sabda jiwa.....


Palembang, 2 April 2012


JELANG SETENGAH ABAD
:Yusti Aprilina
Oleh: Dimas Arika Mihardja

di beranda senja, kita saling pandang
daun pintu terkuak dan semerbak aroma bunga
menyapa kursi-kursi tua di taman depan rumah

di belantara kota, kata saling sapa
merajut benang-benang sutera
di permukaan setangan merah jambu

angin lalu berkisah tentang arah jalan
lorong-lorong pengembaraan doa
dan kelak kita bersua dalam suara paling sederhana:

BPSM, 2 April 2012


(Selamat Ulang Tahun Ibu Yusti Aprilina)
BULAN SABIT DI SIDODADI
Oleh: Puja Sutrisna

Bulan sabit itu, katamu, seperti clurit tajam
menajam pedang samurai dalam kulit ikan hiu,
dan intan mengasah kejam merajam
tubuh menebas dada, terbelah dua tanpa luka
tapi tetap darah gigir membasah, tanda
di sana pertikaian itu ada!

Tunggu dulu, kenapa harus pertikaian
bukankah tanah sidodadi kidung lembayung
pendendang smaradahana, langgan wuyung
Ratih dan Kamajaya yang berikrar hidup atau mati
sembari memikul sekarung gula Jawa, katamu
begitu manis, semanis madu di taman sriwedari?

Ya, bulan sabit itu, katamu, seperti sesisir melon
menguning kenang, mengenang manis senja anjani
menimang-nimang malam dalam pelukan bulan
yang selalu purnama. di telaga sarangan
bening menggambar sebuah kisah, indrati telanjang
bugil menggigil ganjil dalam bilur-bilur liur dewa guru
menjilat-jilat seperti lidah kilat menjilati langit!

Bulan sabit itu, katamu, penghujung malam
tanpa bintang. Seperti clurit membelah melon
sekali tebas lepaslah mata panah menancap
di hati, manis madu romantika taman sriwedari
menjadi perjalanan pandir menjejaki takdir
bulan madu yang hanya sesisir lakon
sebelum bulan sabit menjadi pedang samurai
mengoyak cinta dalam kepingan malammenjadi gelap!

Bulan sabit itu, katamu, adalah bisu membisul
dalam tapak-tapak kaki, menabiri hari mencari jejak
kamboja dalam tangisan anak-anak di dada
katamu: aku ingin madu, tetapi

Aku tak ingin lagi dimadu!

Boyolali, 02 April 2012


Bu'de YUSTI
Oleh: Senja Di Kintamani

 Jika aku berdiri dalam pijak tanpa jarak,
bisa jadi bukan hanya menyalami serta berucap selamat,
namun aku 'kan turut nyulut api doa,
pada lilin penanda usia

Sukabumi, 2 April 2012 


AKU DATANG TERLAMBAT
: ultah Yusti
Oleh: DEDET SETIADI

aku datang sudah kelewat malam
saat kau sudah terlelap
di beranda rumah pun tinggal sisa-sisa kursi
seusai kenduri Yusti

aku sempat tersesat
lantaran hujan lebat,
terpaksa duduk sebentar di emper bulan Aprilis
sebelum kuambil butiran-butiran bintang

bangunlah!bangunlah!
pada segelas air yang kugenggam
47 bintang menggemerincingkan doa
mengawalmu menimang-nimang semesta
menterjemahkan fanapada lembar-lembar usia

: di sana, ada gerbang rahasia, milik semua!

Magelang, April 2012



  KADO BERPITA HITAM
: Yusti Aprilina
Oleh : Kemala Yasushi K

ada yang berlari kencang
serupa gegas angin menampar nyiur
sedangkan dahaga belum terpuasi

maka sejenak tarian terhenti
pada sisa dengung lamat gending
dan kita terhenyak di beranda

tak sempat lagi menghimpun angan 
saat debu dalam sekotak bingkisan
jatuh di pangkuan

kita sama menatap genang bening kolam taman

bpsm, april 2012



TAUTAN RASA
kado ultah: Yusti Aprilina
Oleh: Eni Meiniar Gito

 Dulu,
Berjingkat menapaki tebing ingatan
Luah rasa memanja kenang
Bulir sayang membekas serupa runduk raya

Menjenjang berjibaku gelut ranah merekah
Pilihan hati sebiduk kendali
Meretas rerimbun pepohonan sawit
bentang mata memandang
Pun menoreh pokok karet memanjang getah
adalah gulir gendang meraung ruang.

Di sudut sana
Meja tugasmu kontradiksi juang
Ceracau bocah-bocah serupa lengking
saat timbang, sapa, suluh

Kini.
Deru,pacu,putari waktu
47 lewati ranum
Duduk simpuh asah rumahMu
adalah Hakiki
Sujud panjang diam terpatri.

Curup,3 April 2012.




YUSTI, INI SAJAK DARI JEJAK HATI
Oleh: Usup Supriyadi

patahan mari kita rekatkan
retakan mari kita padukan

jangan terlalu mengharapkan rindu usai
sebab kebahagiaan adalah menjadi perindu yang tak kenal
selesai merindui

Bogor, 2012






                                                                      ********

Tak terasa waktu terus berlalu dan saya merasa belum bisa memberikan kontribusi bagi kehidupan saya, keluarga dan masyarakat, inilah hidup saya harus saya terima apa adanya seperti pada puisi saya milad ke 47 tahun:  

 
AKU LURUH

Sayapku luruh 47 helai,
tak bisa terbang,
hanya terkulai,
sampai entah!

Bengkulu, 1 April 2012

Puisi paling pendek yang pernah saya tulis adalah suatu bentuk kekecewaan pada diri sendiri, dan akhirnya pasrah pada kehendak Ilahi, bahwa inilah takdir dan meski disyukuri Tuhan telah memberi nikmat kesehatan dan nikmat umur itu yang terpenting, Alhamdullillah Tuhan masih memberi kesempatan untuk hidup di dunia ini, meski saya bukan sesiapa dan  tak punya rupa.

Terima kasih saya haturkan se dalam-dalamnya atas dedikasi puisi sebaga hadiah bagi ulang tahun saya yang tak ternilai, akan saya simpan dalam note ini sebagai kenang-kenangan yang tak mungkin terlupa.....semoga Tuhan membalas jasa baik teman-teman semua yang dengan tulus telah menggerakkan tangan untuk menorehkan kata-kata dalam puisi ataupun ucapan selamat ulang tahun untuk saya, barokah untuk kita semua. Amin...

AKU ANGGOTA BADANMU



CUKUPLAH KAMU LIHAT AKU
MENGAPA KAMU HARUS MELIHAT ORANG LAIN
MEREKA ADALAH HIBURANKU
MEREKA ADALAH BAGIAN DARI KESENANGANKU
MENGAPA HARUS KAMU PIKIRKAN SAMPAI RONTOK RAMBUTMU

KAMU SENDIRI ADALAH BAGIAN BESAR DARI HIDUPKU
BEGITUPUN AKU PADAMU
... MUNGKIN SAJA AKU INI KAKIMU
ATAU MUNGKIN JUGA TANGANMU
MALAH MUNGKIN AKU INI ADALAH PERUTMU
DAN ENGKAU SENDIRI ADALAH JANTUNGKU

BAGAIMANA MUNGKIN ENGKAU MEMBIARKAN AKU SENDIRI
KAKIMU SENDIRI TERANTUK BATU TAK KAU RISAUKAN
TANGANMU SENDIRI TERGORES PISAU TAK KAU RAWAT
PERUTMU YANG MENJADIKAN MAKANANMU MENJADI TENAGAMU
KAU BIARKAN SENDIRI TANPA PERHATIANMU

AMPUTASI SAJA AKU DARI TUBUHMU
DAN BIARKAN AKU MEKBUSUK SEBAGAI BANGKAI
DAN BIARKAN BINATANG BUAS MENCABIKU
AGAR TAK LAGI ENGKAU RISAU DENGAN KEBERADAANKU
HINGGA HILANG LENYAP AKU DARI DIRIMU

JIKA AKU ADALAH TUBUH
MANA TANGANKU
JIKA AKU ADALAH PINGGUL,
MANA KAKIKU
JIKA AKU INI DADA,
MANA HATIKU

PENGEMBARAAN APA YANG MEMBAWAMU PERGI
DERITA APA YANG MENGUSIRMU BERLARI
ISU APA YANG MENGUSIKMU RISAU
AKU ADA DI SINI
DALAM PERJUANGANKU
AKU BERTAHAN DISINI
DALAM KEPENATANKU

ENGKAU DIMANA? — di RUANG HATI YANG HAMPA DAN KESAL YANG LUAR BIASA.

serangkai makna




setiap ucapan menguak kisah
dalam tata dan struktur kuatnya
setiap tanda baca mengisyaratkan desah
tak sekedip matapun yang meninggalkan jejak
hanya ada satu pertanda

aku tengah mabuk kepayang

HARI INI


Hanya sepenggal kata
Dengan makna yang sama dengan harapku
tetapi hari ini berbeda
awan kelabu membangunkan aku dari tidurku
angin sejuk sedikit menggit kulit punggungku

tak seperti hari yang lalu
Mentari pagi tak mengantarkan ke pintu pagar rumahku
...
Hey,.
Jangan kira mendung akan menulari hatiku
Senyum masih mengembang diantara kedua pipi halus putriku
senyuman mungil disertai derai sapa renyahnya
Mengantarkanku hingga ke pintu ruang kerjaku

bahagia hatiku.
Terpujilah Engkau Allah-ku — di dalam petualangan bahagia pagi

41 TAHUN YANG LALU DAN KINI

Begawan Penabur Kasih
untuk Kakaq Nancy Meinintha Brahmana

Tangisan bayi perempuan menyeruak waktu
Melepaskan penat dan kegundahan bunda
Bayi mungil tanpa cela
Berbalut kasih dan cinta
Berbalut harap ribuan asa
Menyanyikan kidung kepasrahan

Sekian waktu berlalu mengurai cita
Berlaga dalam rangkuman cipta
Menorehkan ribuan kisah
Diantara jejak-jejak pergulatan masa

Mengulas cerita pada sebidang kanvas
Di antara ribuan warna
Kuas lembut memulaskan alur
Suka cita berkisah dalam abstraknya asa
Tirta, bayu, cadas, pasir bahkan gurun
Semua telah dikisahkan dalam hikayat kanvas
Tinggal saat hikayatnya tertumpah

Palembang 10512
SELAMAT HARI JADI MY PEINTURE-KARO — bersama Nancy Meinintha Brahmana di HARI ULANG TAHUN SANG PENYAIR KARO.

MALAIKAT KECILKU

oleh Begawan Penabur Kasih pada 9 Mei 2012 pukul 5:35 ·
masih ku ingat saat itu
saat dimana jabat erat sahabat bagai tamparan keras di wajah legamku
kunjungan sahabat bagai sembilu yang menghunjam lambung kosong
lambung yang hanya dipenuhi asam yang terasa pahit tajam
mendesak kerongkongan kering
melelehkan  nurani
I
masih mengiang keras di telinga
doa-doa tulus sahabat dan penatua
tetapi bagai gada menghantam remuk redamkan hati
air mata tak cukup tuk mewakili raungan tangis pilu di tengah gulita malam
hanya pandangan nanar kosong
hampa vakum tiada kehidupan
II
tak kuasa tangan meraihmu malaikat kecilku
bahkan tak sampai tangan kotor ini membelai dahi mungilmu itu
.
kutatah doa dalam harap tuk kehadiranmu dibumi
bersama ditengah keceriaan hari
merenda bahagia dalam jalinan doa penuh harap
seharusnya kenahagiaan ini juga milikmu
keceriaan ini juga punyamu
III
tapi aku yakin, dalam rupamu kini di alam surgawi
segala ketenangan dan kebahagiaan serta kedamaian adalah gaunmu
dan kerinduanku adalah selimut penghangat untukmu
dalam  keharuman doa yang selalu kukirim untukmu
sebagai pengganti genggaman tanganku
IV
berbahagilah engkau malaikat kecilku
dalam pelukan kasih Hyang Maha Agung
di taman kencana kerajaan surga
.
Palembang, 9512
mengenang buah hatiku.........semoga berbahagia dalam pelukan Bapa

Selasa, 08 Mei 2012

ESAE SEDERHANA SEBAGAI KEGIATAN BARU

Sebuah karya yang nyentrik dari mbak Fevi Machuriyati dan cukup membuat saya terkesima beberapa saat.
Sekilas membaca judulnya mengantar pembaca ke sebuah sajian kuliner dimeja yang menggoda untuk meneruskan menikmati kudapan yang mendapingi segelas kopi hangat.
 Tetapi tidak demikian halnya ketika mata mulai terpancing oleh tarian diksi pada bait pertama, tersirat berbagai perasaan yang campur aduk dalam sebuah kisah cinta bersama pasanganya, tergambar sebuah kisah romansa pasangan muda remaja yang penuh dilema tetapi tertutup oleh rasa  gairah yang menggelorakan jiwa.

Nyaris senada dan sama kuatnya ketika pembaca dihadapkan dengan hidangan puisinya “ANGIN” dari keseluruhan baitnya. Hanya saja dalam puisi ANGIN, mbak Fevi menggambarkan tentang pasanganya yang cenderung menyimpan “dalam” tentang kisah rahasia.
Puisi dan Kudapan


Suatu ketika aku ingin membuat puisi cinta
Dengan kudapan yang kucampur dengan berbagai rasa
Gurih, manis dan asam yang bercampur dalam satu paduan rasa menawan
Kusisipkan sebagian jiwaku yang kadang gemuruh oleh hantaman beliung
Memercik api cemburu sebagai kembang api pelengkap aksesorisnya

Cobalah cium harum puisi cintaku, dalam kudapan
Dengan wangi rempah-rempah komplit bumi nusantara
Jahe yang sedikit pedas, Kunir yang membuatnya makin cantik
Ditambah ketumbar semakin mebuatnya gurih .
Tak lupa garam dan gula serta sedikit bumbu penyedap rasa
Aku harap seleramu menikmatinya dengan “ ganyeng “

Kekasihku,
Setelah menikmati kudapan puisi cinta ini
Wajahmu bersemu merah oleh rasa yang terbakar
Kemudian kau titipkan belahan hatimu
Dibelahan hatiku
Sebagai penutup kita menikmati buah cinta, buah strowbery merah

( Setelah ini jangan kau bilang puisi cinta cuma sampah, sebab sudah kuramu bersama kudapan )

Sidoarjo, 16/3/2012

Setelah melanjutkan pada bait kedua, pembaca dibawa dalam semangkuk kudapan beraroma gaya jawa yang kaya dengan rasa dan rempah-rempah penghangat,
Dalam bait inilahlah mbak  Fevi Machuriyati memberikan tekanan tentang keindahan dan kenikmatan kisah masa remaja yang berlanjut dalam sebuah kisah romansa cinta yang berbahagia dalam kisah-kisah asmara kehidupan.
Dengan penekanan Gayeng-nya, mbak Fevi berusaha mengajak pasanganya untuk lebih mewarnai kisah asmaranya dengan berbagai tambahan kisah-kisah singkat yang ringan tetapi membawa kesan, sehingga kehidupan lebih kaya warna dan tidak membosankan tanpa fariasi, seharian dari pagi hingga senja menjelang. Dan dengan penuh kepercayaan dan ketetapan hati menitipkanya sebagai belahan hati dan hidup bersama.


“Ya…….. kesan pertama jangan langsung menyimpulkkan sebelum menghabiskan nwaktu bersama dalam kisah penuh gairah asmara.”

Angin

Apa yang kau harap tentang angin
Ia datang melewati lorong hatimu

Kadang hanya singgah sekedar menyapa
Berkabar basi atau sekedar meluangkan percakapan

Kadang bernyanyi serupa orkestra di tanah hatimu
Kesejukan buai syair sampai menghujam ke pusara
Membawamu ke padang musim bunga
Penuh mawar “ si Marwan “

Ah.
Angin kadang bikin ribut
Sekali-kali ia menelikung
Mengipasi api
Menghujami sembilu ke dada

Tapi ia selalu pandai mengunci bibir
Di semua pintu
Hakku, bukan ?

Angin selalu tak berarah
Datang dan pergi di kefanaan
Tak selalu ramah pada cuaca
Biarkan saja ia menyelasaikan inginnya.

( Sidoarjo, 7/5/12 )

DAN PUPUS TELAH MENJADI DAUN



Pupus yang lancip kini telah berangsur melebar
Hijaunya tak lagi muda
Dan telah mulai terlihat pupus yang baru di atasnya
Tumbuh diantara tangkai daun
Melekat genting diujung ranting yang ranum

Rama-rama menarikan rantak lembut gemulai
Dengan empat lembar beludru nan halus
Mengayun kian kemari
Ditingkahi lembutnya angin pagi
Menemani pucuk muda menikmati mntari

Duhai eloknya
Niscaya bulan kembar diantara seribu bintang

Bayung kelana menebar warta
Kepada rumput dan semak
Kepada pasir gurun dan padas
Sebab pucuk daun itu kini tlah hijau
Hijaunya telah pula menebar oksigen ke pawana
Dan rama-rama nan elok telah bersiap untuk pinanganya

Demikianlah agar genap citanya

Selamat hari lahir saudaraku Muhammad Rois Rinaldi
Sang pucuk daun di ujung ranting yang ranum