Rabu, 13 November 2013

jalan pulang

jalan pulang

samudra sungguh luas
tak ku cita-citakan mengarunginya
aku hanya ingin sampai ke seberang
meski alun menghantam lambung kejam
dan badai menghajar tiang layar

haluan telah retak
tali kemudi kendur
teriakan mu'alim sudah parau
topan laut menghanyutkanya
hilang tertimpa deru

camar menghilang
elang laut sibuk mengejar paruhnya
lumba-lumba menyelam
nahkoda hanya mampu bergumam
lantunan ayat doa hanya sebatas mantra puitis

mungkinkah tali jangkar mampu menjangkau palung
biar bertambat walau sejenak
tak peduli alun akan menelan
taringnya tak membuat bergidik
buih-buih ombak berbaris sejajar
mungkin itu jalan pulang

palembang, 141113

puzle mu

puzle mu

tersesatku dalam merdu suaramu
terjebak dalam kubangan teka-teki antik nan klasik

dan jalan terlalu berliku tuk pulang
bahkan tak ku temukan pintu keluarnya.

semoga limau semakin mengasah indahnya

selamat istirahat, plg51113

SAKIT LAGI

kambuh lagi,
penyakit lama
kaset baru
lagu lawas

dirundung pegal

belum ditemukan
obat warung
tak pernah membersihkan
hanya menghambat
tapi sedikit

bosan berobat
dokter hampir menyerah
sabar saja,
vitamin paling tepat

WAKTU TAK PERNAH BOHONG

sepertinya memang benar.
perasaanku hampir tak pernah bohong.
dan aku hanya bisa menuruti nasehat dokter
minum obat sabar
meski mulutku sudah muak.
dan menghaluskan lagi batu nisanku
dan terus memolesnya
agar nyaman nanti kupakai

sudah tertulis tanggal dan harinya
sudah tertata benda kesayangan dan wasiatku.

plg, diujung malam
91113

PREMATUR

ahhhhhhhhhhhh........
kecambahku sudah berbuah lebat,
ingin ku petik dan kuramu dalam segelas jus
kereguk bagai di tengah sahara
melawan terik dan debu
meski sangat ranum
mungkin menyegarkan

oh tenggorokanku membara
buah kecambah bersarikan api

kecambah
rupanya kau hanya menghasilkan pangkal aka

JALINAN

REBAB TUA

14 November 2013 pukul 9:56
Kini rumah singgah sangat rama
Perderbatan sering terdengar
Muncul pula wajah-wajah berlapis mike up tebal
Terkadang mengusik ketenangan
Semoga tak membuat rumah singgah menjadi gerah
masih banyak anak butuh belaian
semoga selalu menjadi harapan.
022012

kisah herinduan

14 November 2013 pukul 9:54
Ribuan asa dalam deret waktu
sejuta makna terkutip
runtun senyap bertaut harap
di atas ladang rimbun menghijau

PALEMBANG

Tego larane ra tego patine

Tego larane ra tego patine

27 September 2013 pukul 13:49
 Menelaah tentang agama, maka dari setiap agama akan bermuara pada kebahagiaan. Tetapi dengan berat hati saya harus katakan bahwa jangan pernah memperbandingkan apalagi menyamakan semua agama, sebab sudah bulat bahwa setiap agama adalah berbeda satu sama lain meskipun muaranya sama.
Tuhan adalah absolut, sebagaimana sebuah syarat utama untuk bisa bertemu dan menghadap Tuhan harus memenuhi syarat tersebut yang secara formal adalah aturan baku yang diciptakan oleh-Nya. Syarat mutlak itu adalah “mati”.
Bukan agama yang menentukan tentang surga dan neraka. Surga telah jelas, absolut milik Tuhan, dengan penjaga yang jelas telah dikenal. Siapa yang mengenal penjaga pintu neraka? Ataukah neraka tidak berpintu, sehingga batasanya tidak jelas, begitu luasnya nerakaa hingga mencapai dunia. Untuk mengetaahui secara pasti kedua tempat di atas, hanya satu jalan baku yang harus dilakukan, dan itu absolut adalah “mati”.
Lantas bagaimana dengan agama?
Baik, adil, benar adalah sesuatu yang tidak baku dan tidak absolut, selama hal tersebut adalah tentang aturan dan ajaran. Semua agama mengajarkan bahwa hal tersebut hanya dimiliki oleh Tuhan, maka hal tersebut adalah absolut.
Agama dan segala ajaranya, merupakan relatifitas yang mengajarkan sesuatu hal yang absolut dan cenderung memaksa penganut untuk percaya keabsolutan dari muara pengajaran tersebut.
Sebagaimana juga halnya bahwa bahagia adalah relatif. Bagaimana bahagia itu tetap menjadi cita-cita bahkan dari orang yang merasa bahwa dirinya saat tersebut sedang berbahagia. Dan bahwa bahagia tersebut belum pernah ditemukan, sebab bahagia adalah tanpa bentuk, sehingga untuk menemukan kebahagiaan, seorang manusia harus terus mencari cara apa yang dinginkanya untuk menikmati kebahagiaan fersinya tersebut.
Seorang mbah Surip mengukur kebahagiaanya adalah saat menikmati segelas kopi panas. Sementara kebahagiaan seorang kakek renta yang kaya raya adalah mati di halaman Ka’bah. Dari kedua perumpamaan tersebut sedikit mengenalkan bentuk relatif dari kebahagian.
Begitu relatifnya kebahagiaan, keadilan dan kebenaran yang bermuara pada sesuatu yang absolut, para orang tua merelakan anaknnya bersusah payah bermandi peluh sekolah, dan memaksakan agar anaknya menghabiskan sisa waktu bermainya di kelas les privat atau bimbingan belajar.
Seorang komandan memperteguh hati manakala menyaksikan anggotanya ditampar dan dinjak instruktur perang demi menghindarkan sebutir peluru yang mungkin saja akan mencari sarang dalam tempurung kepalanya.
Sekilas menggambarkan seuatu ketegangan yang luar biasa yang harus ditempuh untuk sekedar mencapai suatu relatifitas yang absolut pada muaranya. Sementara relatifitas yang yang diagung-agungkan dari suatu kehidupan bermoral dan bermartabat yang didasari dengan kesejahteraan yang juga relatif benyak menggiring orang untuk mengikatkan diri dalam suatu keyakinan yang digantungkan pada sosok pemimpin yang dianggap absolut bisa mengantar pada sebuah kebahagiaan yang absolut.
Begitu yakinya kita pada sosok seorang pemimpin tersebut, hingga rela mengikuti suatu keyakinan yang harus kita jalani layaknya menjalani sebuah titian panjang yang membutuhkan keyakinan tinggi untuk bisa menyeberang dengan aman dan selamat. Titian ramping yang siap menjerumuskan dalam jurang nista jika kita tidak ekstra hati-hati melintas diatasnya dengan memanggul beban di pundak.
Seorang pemimpin yang mampu menyembunyikan airmatanya agar terlihat tegar walaupun tidak sedikit orang yang terjerembab bahkan tidak mampu lagi bangun. Seorang pemimpin yang mampu untuk tetap tersenyum meskipun dihujat sehabis-habisnya oleh pengikut yang sedang digendong lantaran tertatih—tatih melintasi titian. Seorang pemimpin yang mampu menyimpan sendiri koreng anak buahnya agar tak tercium aroma amisnya demi menghantarkan segerombolan domba menyeberangi sekumpulan srigala yang meduduki padang savana.
Lantas tegakah kita melihat pemimpin kita menutup luka sahabat dan saudara-saudara kita demi menghantar kita menuju kebahagiaan yang relatif?
Semoga kebahagiaan yang absolut menanti kita dengan tangan terbuka dan memeluk kita saat kita dekat dengan-NYA.
Amin

terinspirasi dari suatu kehidupan yang terasa tidak jelas batasan antara baik dan benar, antara menderita dan bahagia dalam ukuran yang sangat relatif
by; Martinus Sihwanto

Itu Terserah Padamu

Itu Terserah Padamu

6 Oktober 2013 pukul 0:49
aku tidak berusaha untuk mempengaruhimu
aku hanya bergumam semauku sendiri
tak sedikitpun aku bermaksud mengajakmu 
itu juga kalau kamu mau

semua hal kunikmati
aku tidak berusaha pamer padamu
seadanya saja yang kamu lihat padaku
itu juga kalau kamu mau

aku tidak akan mempersilakanmu duduk bersamaku
meskipun kursi di depanku kosong
sekalipun kulihat betismu mulai berkeringat
itu juga kalau kamu mau

jangan malu-malu
pamormu tak akan runtuh 
imaje-mu tak akan longsor
itu juga kalau kamu mau

aku tahu
pundakmu mulai tegang menahan bahu
punggungmu keram membusung dada
tapi aku tak mau melihatmu busung lapar karena wibawamu

ah terserah kamu saja lah
itu juga kalau kamu mau

palembang, 5 Oktober 2013

APA NASIONALISME

APA NASIONALISME

22 Februari 2013 pukul 13:31
SAATNYA MELIHAT DAN MENGUKUR RASA NASIONALISME KITA saat tentara dihujani peluru oleh orang-orang yang bingung meletekan diri mereka di halaman ibu Pertiwi

Hutang Nyawa

"lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita, bukan satu alasan untuk kita tinggalkan,......." sepotong kalimat yang saya sadur dari sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Iwan Fals penyanyi dan seorang kritikus sosial dan saya juga yakin beliau adalah seorang Nasionalis tulen.
dengan telah lusuhnya kain bendera yang kita simpan dalam lemari gudang rumah kita atau karena begitu renta-nya bendera pusaka hingga tidak lagi dikibarkan di tiang bendera istana negara dalam acara ulang tahun negara Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus, sudah bisa dipastikan bahwa tidak layak mengurangi rasa nasionalime kita,
rasa takut akan hilangnya negara Indonesia yang tercinta ini, Ibu Pertiwi yang terkadang cengeng karena selalu menangis, menangisi putra-putri-nya yang serakah, menangisi putra-putri-nya yang berebut warisan untuk menambah nilai saldo rekeningnya, putra-putri-nya yang sibuk memberikan "makan enak" rekeningnya sampai GENDUT.
bukan lantaran menagih "utang gigi" untuk gigi pejuang dan prajurit yang patah dan tercabut, atau menagih "utang mata" untuk mata para pejuang dan tentara serta polisi karena kejinya perjuangan para anggota GPK bersenjata yang memperjuangkan kerakusan mereka akan kekuasaan hingga membutuhkan negara sendiri untuk mengangkat diri menjadi presiden atau pejabat negara.
akan kuberikan pipi kiriku saat orang lain menampar pipi kananku, atau akan kuberikan jaket dan kaos dalamku juga saat orang lain menghendaki bajuku, tetapi akan kucabuti gigi pecundang yang mematahkan gigi saudaraku, dan akan kukuliti kepalanya jika seorang pencundang mengambil nyawa sahabatku.sudah sepatutnya kita diingatkan,saat kita berteriak *
di mana negara saat kita kelaparan
mana Indonesia
saat kita tersesat di negara orang
dimana negara
saat sekelompok orang menzolimi kita
mana negara
saat bencana melanda
di mana pemerintah
saat kita terjebat dalam kerusuhan

Lalu apa yang harus kita lakukan saat sekelompok orang keji bersenjata mengambil kekuasaan di atas "BUMI PERTIWI" di depan hidungmu?

sekedar menggugah cinta anak Pertiwi palembang 22 Februari 2013

KADO ULTAH

suadariku ini selalu mengirimkan kado cantik untuk ku, sementara aku sendiri selalu alpa

10 Februari 2013 pukul 21:07
Yusti Aprilina menulis di kronologi Anda.
Kemarin jam 11:44 
SELEMBAR DAUN GUGUR (LAGI):
Begawan Penabur Kasihselembar
daun menguning di ujung ranting
jatuh tertiup angin yang singgah
tak bisa mengelak dari belaiannya
pasrah pada kehendak musim

helai demi helai meluruh pada tanah basah
meninggalkan pokok pohon sendiri
yah, pada akhirnya kita bersendiri
kembali kepada kehendakNyasampai entah!

Bengkulu, 9 Pebruari 2013

Selamat Ulang Tahun sahabatku Begawan, Semoga panjang umur, diberikan kesehatan, kekuatan, dilimpahkan reziki dari yang maha Kuasa. Aamiin. GBU...

note: terima kasih mbak Yusti Aprilina

SETAHUN YANG LALU

catatan setahun yang lalu

3 Februari 2013 pukul 12:09
Yudi DamanhuriSENJA BERIRAMA

: Begawan Penabur Kasih (Martin)

Semakin senjaselalu ceriamemainkan kataselalu berirama

Semakin senjatajam beraksaradengan penamenebus dosa

Banten 09/02/12


Ulasan: Jika saya perhatikan sajak-sajak Yudi Damanhuri memang lebih condong dengan puisi lirik gaya lama, yang padat serta cenderung singkat dan berrima yang kentara.Yang di atas adalah sajaknya yang bisa dibilang sebagai puisi dedikasi kepada Martin yang kalau dilihat dari isi puisinya menyimpulkan bahwa yang bersangkutan adalah sosok yang memiliki dedikasi, maka agaknya itulah yang menjadi alasan mengapa Yudi Damanhuri meluangkan diri untuk menuliskan puisi tersebut. Bagi yang tidak tahu, berapakah usia dari Martin, kata senja dalam sajak di atas begitu mengisaratkan perjalanan hidup yang bisa dibilang telah menikmati banyak asam-garam-gula kehidupan dan meski sudah tidak muda lagi dari segi usia, agaknya, digambarkan semangatnya masih tetap muda dengan "selalu ceria"-nya Martin. Dan menjadi sebuah kabar gembira baginya, dan bagi kita, jika "semakin senja" justru semakin baik dari segi berkarya dan bersikap dalam menghadapi kehidupan yang fana ini. Itu semua, sangat terang-benderang dijelaskan dari baris-baris bait pertama maupun bait kedua. Demikian, tetap berkarya Yudi Damanhuri. Salam.

JANGAN TERULANG

Jangan Terulang

29 Januari 2013 pukul 18:07
kian lama,wajah langit negeri ini kian menghitam oleh polusi,polusi dari kebakaran gedung pemerintah yang dibakar massa,polusi dari asap rumah warga yang di bakar sesama warga,polusi dari asap kenalpot kendaraan pejabat dari hasil korupsi,dan polusi dari aroma anyir darah perselisihan antar warga,...belum terhitung lagi,polusi yang diakibatkan dari suara lantang persetruan,polusi dari suara dendam demonstran yang memaki aparat,dan polusi dari asap mesui yang terlontar dari senjata polisi,...dan polusi dari air mata yang membanjiri lahan ladang kita.

sudah selayaknya jika sat ini kita tabur lagi bibit baru perdamaian,telah saatnya bagi kita menyemai benih baru bagi hutan kedamaian di negeri ini.

tak perlu kita harus mengorek luka baru,sebab luka lama belum juga sembuh,tak perlu kita memulaskan ginci merah di bibir pertiwi,karena bibirnya masih penuh luka berdarah.

telah tiba saatnya,kita mencetak cangkul dari logam bekas senjata,...kita hangatkan jiwa dengan kobaran api kasih dan cinta,kita lantunkan lagi madah pujian dengan suara lantang kita,kita sirami benih-benih pertobatan kita dengan air mata cinta.

jangan sampai kita dinina bobokan dengan kejayaan penguasa masa lalu,sebab benih itu mulai terlihat,benih itu mulai menjadi kecambah,dan kecambah itu mulai menancapkan akarnya di bumi pertiwi.

betapa kerusuhan Ambon mulai tersulut di Lampung.bagaimana kerusuhan Dilli tekah mengakar di Papua,Bagaimana Sampit telah menular di Mesuji,

oh jiwa-jiwa yang dipenuhi angkara.hayatilah doamu sebagai doa pengampunan bagi jiwa-jiwa yang merana,kirimkanlah bunga-bungamu hanya untuk kesetiaan cinta.

Ibu pertiwi ,dia bukan ibu tiri,dia bukan ibu asuh,dan juga bukan ibu asrama yang siap menagih pajak.

kini ku rangkum doa,kiranya Tuhan tidak menjatuhkan laknatnya di bumi pertiwi,kiranya Tuhan membelai hati setiap laskar,kiranya Tuhan meringankan beban pundak bunda pertiwi.

MARTINUS SIHWANTO 260112

KICAU POLITIK

kicau politik

29 Januari 2013 pukul 9:49
sedu sedan tak bertepi
tumpah ruah dalam belanga
kicau sumbang terlontar bagai mercon
pedas berkuah tak berdaging
dari bibir tipis yang memerah

sesekali menembakan lendir bening berbuih

tak peduli sasaran persetan bidikan

aku tetap berlalupeduli setan

29113